Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 08 September 2013

Sarabakawa, Tanjung ... 9 September 2013
Pembinaan Manajemen Keuangan

Realisasi Keuangan SKPD s/d 30 Agustus 2013
Peserta : PPK-SKPD dan Bendahara Pengeluaran

Pembicara :
Kepala Dinas Pengelolan Keungan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Tabalong


Senin, 17 Juni 2013

Pluralisme adalah konstruksi Sosial bukan konstruksi Tauhid

Pluralisme yang selama ini digembar gemborkan oleh sebahagian dari kalangan pemikir dan ulama Islam sudah sangat menyesatkan, "Kita sudah mafhum, fanatisme, taklid buta, bid’ah, dan khurafat (kesyirikan) telah menjadi tantangan internal bagi Islam. Namun, masuknya pluralisme[1] ke dalam wacana pemikiran Islam telah menjadi salah satu tantangan eksternal yang sangat berbahaya karena berusaha meruntuhkan konstruksi tauhid dalam Islam" (Muhammad Nur Ichwan Muslim, At Tauhid edisi VI/46).  
Seharusnya para ulama dan pemikir Islam tidak buta atau pura pura buta dan menyembunyikan kebenaran hakiki dari ajaran Islam. rekonstruksi cara berpikir dari yang sangat praktis sekalipun akan dengan mudah mengenali dan memahami bahwa untaian kalimat di atas adalah suatu tipuan disertasi dari cara berpikir yang salah dan ingin cari muka saja.

Pluralisme sebagai konstruksi sosial sangat jauh berbeda dengan campur tangan keimanan seseorang kepada iman orang lain, Nabi Muhammad SAW mampu membangun Madinah karena beliau menerapkan strategi pluralisme (pembauran antar suku bangsa bukan pembauran iman) atau dalam bahasa negara disebut toleransi antar umat beragama, suku, ras dan golongan. 


Ada beberapa pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan Pemerintahan berazaskan Islam. Kehadiran Rasulullah SAW melalui peristiwa hijrah ke dalam masyarakat Madinah yang majemuk amat menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut:
1.  Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar
2.  Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw.
3.  Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme
4.  Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidloh.
Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan konflik dan tension. Pertentangan suku Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga diterimanya Rasul di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua Bani tersebut karena kedua Bani tersebut membutuhkan “orang ketiga” dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri. Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Nabi mampu “menjinakkan” mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah.
Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “Piagam Madinah”.4 Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses berdirinya negara Madinah, meskipun Nabi, selaku “mandataris” Piagam Madinah tidak pernah mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tidak satupun ayat al-Qur'an yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.

Jika sekiranya para ulama dan pemikir masih memaksakan kata Pluralisme sebagai suatu ancaman, itu tidak lebih dari sempitnya cara mereka berpikir dan menelaah sejarah serta menggali isi Al-Qur'an  dan Hadist. munculnya pemikiran pluralisme sebagai konstruksi Tauhid adalah dugaan semata, bukankah jika seandainya umat islam sudah memiliki pondasi Tauhid yang kuat maka para ulama tidak perlu mempertentangkan dan memperdebatkan bahkan melakukan ancaman terhadap paham Pluralisme itu. artinnya bisa di pahami bahwa kondisi umat islam indonesia adalah kuat secara kuantitas dan rapuh secara kualitas.
 Seharusnya Pondasi Tauhid lah yang harus diperkuat bukan menutup diri dengan mempertentangkan kata Pluralisme sebagai ancaman konstrusi Tauhid.Cukuplah 'Lakum Dinukum Waliyadin' yang merupakan ayat ke-6 dari surat Al Kafiiruun yang terjemahannya adalah: “Untukmu agamamu, dan Untukku agamaku"
Surat al-Hujurat ayat 11-13
(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

 Perlu ditegaskan lagi bahwa kata Pluralisme yang dikembangkan oleh GUSDUR (KH. Abdurrahman Wahid) adalah Pluralisme untuk Indonesia dalam konstruksi Sosial bukan konstruksi Tauhid.

Maaf ye........

Rabu, 12 Juni 2013

BONUS ADALAH SOLUSI MENCEGAH KORUPSI

Buah Pikiran :


adakah Peraturan Pemerintah tentang pemberian bonus kepada Pejabat dan aparatur yang berprestasi mungkin akan membantu mencegah korupsi dan markup belanja negara ? daerah abu-abu (PA/PPK, PPTK dan bendaharawan) masih bergulat mencari bonus sendiri dengan caranya sendiri (perhatikan di masing2 lembaga pemerintahan). selama ini istilah bonus sangatlah tabu karena bisa berarti gratifikasi, tapi lihat lah dilembaga swasta ada istilah reward n punishment berlaku baik, bagaimana seseorang yang berhasil memajukan suatu proyek dia akan mendapat bonus uang (3 s/d 7 % dari nilai proyek) dan tentunya ibalan promosi jabatan. seandainya ini bisa diterapkan di pemerintahan mungkin orang tidak akan mikir markup belanja untuk dikorupsi. dia akan lebih tertarik untuk menjaga kehormatan diri, karier jabatan dan pelayanan publik... OK, kita tunggu apakah ramalan saya ini bisa terbukti dan terealisasi dalam waktu yang tidak begitu lama..... ada pemikiran lain, untuk mencegah korupsi dan markup uang negara ?